Honda 125 Cbr
Berdasarkan keterangan dari Ketua KPPU M. Syarkawi Rauf persengkongkolan besar terjadi di mana industri dikuasai pemain besar. Honda menguasai pasar lebih dari 67 persen dan Yamaha 29 persen lebih

Baca Juga
“Kalau digabungkan dua-duanya menguasai 96 persen pasar (skutik 110-125cc). Dengan dua pemain besar bisa jadi terjadinya persengkongkolan paling tinggi,” kata dia saat dihubungi Media industri yang strategis dan dominan pada masyarakat dengan kedudukan ekonomi menengah ke bahwa, KPPU, lanjut Syarkawi mengerjakan investigasi.
Temuan
Hasilnya, mereka mengejar sejumlah perangkat bukti yang memperkuat bahwa PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) mengerjakan praktik kartel dan monopoli.

“Dalam proses (investigasi 2 tahun tepatnya pada tahun 2013-2014) ada perangkat bukti yang mengindikasikan bahwa mereka mengerjakan persengkongkolan. Kami mengejar dokumen komunikasi email di internal perusahaan yang mengindikasikan bahwa mereka berkordinasi dengan perusahaan lainnya, dalam urusan ini Yamaha dan Honda,” ujar Syarkawi.
Di samping itu, KPPU pun memanggil sebanyak pihak untuk mencari lebih dalam bisa jadi persengkongkolan dua pabrikan tersebut. “Berdasarkan bukti tersebut kami panggil sejumlah pihak yang bersangkutan. Diperkuat pun dengan berpengalaman dan saksi yang mengindikasikan ada persengkongkolan,” tutur dia.
Ketika ditanya soal berapa saksi yang dilibatkan dalam proses investigasi, Syarkawi tak dapat menuliskan. “Saya nggak tahu persisnya berapa jumlah saksi,” ia menambahkan.
Kemudian, temuan itu diperkuat dengan harga skutik yang dipasarkan dengan harga tinggi. “Keterangan yang kami peroleh, biaya pembuatan skutik 110-125 cc guna skutik melulu kurang lebih Rp 7-8 juta. Tetapi dipasarkan ada yang dijual di atas Rp 15 juta. Penjualan Rp 15 juta tersebut kan telah separuh dari produksi. Artinya harga yang ditunaikan konsumen paling tinggi,”

“Kondisi ini melulu terjadi di industri yang pemain-pemainnya tersebut berkordinasi atau bersengkongkol mengerjakan praktek kartel dan monopoli.”
Sebagai misal Honda BeAT POP eSP CBS (110 cc) dipatok ekuivalen Rp 14,6 juta, sedangkan lawannya dari Yamaha yaitu Mio M3 yang punya mesin 125 cc dibanderol Rp 14,1 juta. Kemudian misal lainnya, Honda eSP Scoopy (108,2 cc) harganya Rp 16,750 juta, sementara Yamaha Mio Fino (113,7 cc) Rp 14,590 juta.
Sementara lawannya, Suzuki Adress harga termurahnya mulai Rp 14,895 juta dan TVS Dazz DFI Rp Rp 12,6 juta.
Bantahan
Deputy Head of Corporate Communication AHM Ahmad Muhibbuddin keberatan dengan dakwaan KPPU. Kepada Media ini didasarkan pada dua hal, kesatu, Honda dan Yamaha malah saling berlomba keras guna meraih market share. Caranya, mereka memperhitungkan dana besar untuk pekerjaan promosi.
“Faktanya pangsa pasar kami meningkat, dan pangsa pasar Yamaha menyusut. Ada pergeseran pangsa pasar dan tersebut membuktikan ada kompetisi yang sehat di market,” tutur lelaki yang karib disapa Muhib itu.

Alasan kedua, katanya, bila ada praktik kartel tentu akan menghambat pemain baru. Tapi, AHM malah melihat tidak sedikit pemain baru tergolong di brand motor skutik yang masuk ke Indonesia. “Kalau benar terdapat kartel dan monopoli mereka bakal memikirkan seribu kali,” imbuh dia.
Sementara itu, AHM akan memakai hak hukum untuk menyatakan dan menyangkal temuan KPPU. Sementara YIMM, melewati Asisten GM Pemasaran Mohammad Masykur menuliskan tengah mempelajari tuduhan.
“Saya belum dapat berkomentar, ketika ini kami masih pelajari apa yang dituduhkan KPPU,” katanya.
Sementara itu, sidang perdana dengan kegiatan Pemeriksaan Pedahuluan Perkara Nomor 04/KKPU-I/2016 berhubungan Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai larangan praktek monopoli dan kompetisi usaha tidak sehat dalam industri sepeda motor jenis skuter matik 110-125 cc di Indonesia yang melibatkan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) telah dilangsungkan pada Selasa (19/7).