B2500
JALUR kereta api berpenampang gerigi, antara Stasiun Jambu dan Stasiun Bedono, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, bukan hanya langka sebab hanya dipunyai tiga negara di dunia. Rel tersebut juga jadi saksi jejak sejarah perniagaan hasil bumi di perbukitan Kedu utara. Kini, jalur tersebut dihidupkan lagi untuk memantik wisata sekaligus romansa.

“Tuuuut…tuuuut…tuuuut.” Suara klakson Si Boni, lokomotif uap produksi 1902, membelah sunyi perbukitan kopi, berpayung mendung bulan Oktober.
Belasan bocah berlarian di ambang rel mengiringi lokomotif yang mendorong dua gerbong kayu mendekati stasiun kuno Bedono itu. Pekerja kebun dan penduduk desa berhenti sejenak, melambaikan tangan, memekik girang. Suara klakson tersebut lama dirindukan.

”Tadi dengar suara kereta uap dari jauh. Saya langsung lari, kepengin lihat. Sudah lama enggak lewat sini lagi,” kata Wasriyanto (68), penduduk Desa Bedono, Kecamatan Jambu. Ia ialah pekerja kebun kopi Banaran, PT Perkebunan Nusantara IX.
Dua lokomotif uap seri B2502 dan B2503 tersebut sejak 1990-an diberi nama Si Boni dan Si Bobo oleh Kepala Stasiun Ambarawa ketika itu.

Namun, untuk penduduk selama lereng Gunung Telomoyo, di perbatasan Kabupaten Semarang dan Magelang, kereta uap tersebut tak sekadar kereta wisata. Kereta ini puluhan tahun menopang urat nadi perekonomian penduduk yang beberapa bertani kopi dan cokelat.
Wasriyanto bercerita, selama 1960, kereta uap masih membawa hasil kopi dari perkebunan Banaran mengarah ke Ambarawa, terus ke Semarang. Saat itu, jalan Magelang-Semarang belum sebagus sekarang. Anak seusianya acap kali menumpang kereta sampai Ambarawa kemudian balik lagi ke Bedono.

Saat mengekor perjalanan Si Boni dari Stasiun Ambarawa mengarah ke Bedono, Kamis (27/10/2016), tersaji kekayaan alam lereng Telomoyo. Selepas Stasiun Ambarawa, sesudah menyusuri permukiman di Desa Ngampin, tersaji hamparan sawah hijau. Di kejauhan terlihat puncak Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu menjulang.
Memasuki Stasiun Jambu, kereta sempat berhenti guna langsir lokomotif. Lokomotif yang sebelumnya di depan unik dua kereta kayu bermuatan 100 orang dipindah ke belakang. Posisinya mendorong gerbong sebab akan menginjak jalur menanjak. Lokomotif bakal kembali dipindah ke depan susunan saat turun ke arah Ambarawa.

Dari Stasiun Jambu, kereta berlangsung melambat. Bunyi derit roda kereta beradu dengan rel besi, riuh memecah sunyi kebun kopi dan coklat.
Udara beranjak sejuk menginjak lereng Gunung Telomoyo setinggi 1.894 meter di atas permukaan laut (mdpl). Rumpun biji merah kopi menjadi rekan perjalanan sampai memasuki Stasiun Bedono, yang di bina 1873.