Toyota Su
Oleh Prayitno Ramelan, pengamat Media — Anas Urbaningrum tidak putus terus dikabarkan media, terlebih bilamana hal tersebut menyangkut urusan yang berbau negatif. Setelah dikabarkan terlibat korupsi oleh Nazaruddin, mantan bendahara partai yang dipimpinnya, sekarang media mengabarkan dua mobilnya kadang menggunakan nomor polisi palsu. Tidak main-main, mobil yang digunakan istri dan diantarnya ke KPK pun menggunakan nomor palsu itu.

Polisi meyakinkan bahwa pelat nomor B 1716 SDC yang dipasang di dua mobil kepunyaan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut palsu alias tak terdaftar. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto menjelaskan untuk media bahwa pemakaian nomor palsu itu atas inisiatif sopir Anas, dengan dalil merasa sering diikuti orang.
Detik mengabarkan bahwa sopir Anas tidak jarang mengubah nomor polisi dua mobilnya dengan nopol B 1716 SDC. Dua mobil Anas tersebut, yakni Kijang Innova, seharusnya bernopol B 1584 TOM atas nama Irmansyah yang beralamat di Jalan Mawar Merah, Jakarta Timur. Sementara Toyota Vellfire hitam bernopol B 69 AUD dengan nama empunya Wasith Su Ady, yang beralamat di Cempaka Baru, Jakarta Pusat, demikian keterangan Rikwanto.

Kedua mobil digunakan sang Ketua Umum dengan istrinya pun pada ketika acara partai dan lainnya. Nah, terdapat apa sebetulnya ulah si sopir yang dapat membawa pemimpin the rulling party tersebut mendapat masalah baru.
Pada saat pengarang bertugas di Pangkalan Halim Perdana Kusuma sebagai perwira Intelud, terjadi pencopetan mobil di dalam dan di dekat pangkalan, baik yang menyeluruh STNK maupun tanpa STNK. Setelah melarikan mobil curian itu, semua pencuri mengubah nomor polisi mobil dengan nomor palsu guna menghindari penyekatan yang dilakukan. Kemudian mobil dipasarkan si sindikat, istilah dalam dunia curanmor, dengan STNK (berselendang) harga lebih mahal, tanpa selendang harganya lebih murah. Para pencuri tersebut lantas dapat digulung setelah dilaksanakan counter dengan penjejakan dan penyekatan.

Dalam dunia intelijen, hal serupa juga dilaksanakan dalam operasi clandestine, semuanya dengan cover (kedok), ya data diri, penampilan, dan lainnya. Semua perbuatan dalam rangka pengamanan individu agen, pengamanan kegiatan, informasi, dan pengamanan organisasi. Tampaknya sopir Anas meniru pekerjaan intelijen, pengamanan individu juragannya, memakai cover number guna mobil individu Anas.
Tetapi, terdapat yang dilupakannya. Tindakannya jelas salah, tidak boleh mendudukkan Anas sebagai ketua parpol terbesar di Indonesia dalam mobil dengan nomor palsu. Tidak dapat dibayangkan bilamana mobil tersebut ketika ditumpangi Anas dengan nomor palsu tersebut mengalami kecelakaan, contohnya menabrak orang lain sampai meninggal. Masalah besar jelas bakal dijumpai Anas, mencantol masalah hukum dan citra.

Dalam operasi intelijen saja, pemakaian cover kendaraan tidak dibetulkan menggunakan nomor palsu. Memang lantas berganti mobil memerlukan dana yang lumayan banyak. Sebaiknya secara rutin, bilamana akan mengerjakan pengamanan individu dengan menghindari penjejakan, Anas mencarter saja. Maksudnya agar tidak dikabarkan negatif, yang jelas bakal membawa akibat terhadap diri individu ataupun partai yang dipimpinnya. Yang rusak ialah citra.
Apabila Anas merasa terancam dapat meminta pertolongan pengamanan polisi, atau dapat saja mencarter tenaga pengamanan individu (bodyguard) dari perusahaan yang bergerak di bidang sekuriti. Faktor kejujuran adalah bagian inti evaluasi publik terhadap semua elite politik yang sekarang secara umum dinilai tidak jujur. Terlebih, Anas terus dikabarkan dalam keterlibatannya dalam tindak korupsi oleh Nazaruddin, ini yang mesti dijaganya.

Kini, nasi telah menjadi bubur, perbuatan si sopir dalam operasi bergaya-gaya intelijen yang dipikirnya sendiri, terlepas bosnya tahu atau tidak (jelas tahu sepertinya), usahakan tidak boleh ditiru oleh pejabat ataupun kalangan elite politik lainnya. Pakai saja mobil berselendang, tersebut sedikit masukan dan saran penulis. Sayang, nama besar dihancurkannya sendiri sebab sebuah perbuatan naif yang dipikirnya benar. Oh, politik. Media ini sebelumnya telah dimuat di Kompasiana.